Oh, Cinta Yang Muram.

Sebelum tidur, Ayumi berdoa agar Bram jatuh cinta padanya. Ia sudah jatuh cinta padanya sejak pertama kali bertemu dengan laki laki itu. Tidak seperti biasanya, kali ini Ayumi berdoa dengan suara lantang. Ini terjadi karena ayah dan ibunya sedang pergi ke luar kota. Maka ia sendirian di rumah itu.

Ia mengucapkan keinginannya itu pada pukul sepuluh dengan suara lantang, seperti sosok protagonis di sebuah sinetron yang ia tonton beberapa waktu silam, dan diteruskan dengan suara pelan, doa agar hantu Conjuring tidak mengganggu dirinya yang sedang sendirian. Ia menonton film itu sebulan yang lalu, tapi bayangan hantu yang meloncat dari lemari masih kerap menakuti dirinya.

Malam itu, doanya didengar oleh Tuhan, karena tak ada doa yang tak didengar oleh-Nya. Tapi ada seorang lagi yang mendengar doanya. Orang itu bernama Basman, si laki laki yang budiman. Basman, sering berkeliling tiap malam dalam usahanya untuk mengatasi terror insomnia yang mengganggunya semenjak kejadian aneh di  Coffe Hills. Sambil berkeliling, ia akan bertindak layaknya  seorang juru selamat yang akan membantu siapa pun yang membutuhkan pertolongan, atau yang sekiranya perlu ia tolong.

Malam itu, ia melintas di dekat jendela kamar Ayumi dan mendengar permintaannya. Maka begitulah ia kemudian memutuskan akan menolong Ayumi. Pertama tama, ia akan menunggu hingga Ayumi tidur. Kemudian ia menyelinap ke dalam kamarnya mengambil handphone Ayumi untuk mencari nomer handphone Bram. Setelah mendapatkan nomer itu, ia akan mendapatkan lokasi Bram berada dengan cara melacak sinyal dari handphone tersebut.

Ternyata rumah Bram tidak jauh. Atau tepatnya rumah kontrakan. Hanya perlu berjalan lima langkah saja. Hemat. Basman pergi ke kamar Bram dengan mengendap endap seperti ninja. Ia lalu mengintipnya.

Kamarnya kosong.

Handphone Bram nampak tergeletak di atas kasur menindih novel Misteri Kalung Setan karangan Abdullah Harahap. Suara sendu Tom Yorke menyanyikan Karma Police terdengar melalui speaker portable yang tersambung dengan  laptop warna merah maroon.  Lampu kamar mandi menyala. Basman menduga Bram mungkin ada di sana. Ia ingin mengintipnya, tapi takut kalau ternyata Bram sedang tak pakai baju dan celana, atau sedang buang hajat. Maka Basman memilih menunggu. Sembunyi di balik kegelapan di samping jendela kamar.

Oh Oh Oh ppareul saranghae.. Ah ah ah ah manhi manhihae..

Bibir Basman tak sadar ikut bernyanyi, sambil menatap bayangan wajah Taeyon yang muncul tanpa bisa ia cegah. Ini sudah lagu kelima semenjak speaker portable milik Bram mengalunkan lagu Karma Police. Bram masih belum keluar dari kamar mandi. Basman sedikit khawatir dan penasaran. Apa yang sebenarnya sedang Bram lakukan di sana? Benarkan Bram memang ada di sana. Tapi Basman tak ingin buru buru bertindak. Ia memutuskan menunggu sampai lagu Oh milik SNSD selesai.

Jinsim ini nollijido marayo…  Tto geureomyeon nan uljido molla..

Ceklek!

Terdengar suara kunci pintu kamar mandi dibuka. Basman melihatnya dengan lekat. Tangan kanannya memegang sesuatu di kantong jaketnya. Itu adalah Pistol Lope Lope. Semacam alat berbentuk pistol kecil untuk menumbuhkan cinta. Siapa pun yang tertembak pistol itu akan jatuh cinta kepada orang yang fotonya telah tersimpan dalam memory pistol itu. Sebelumnya, Basman sudah menyimpan gambar Ayumi ketika sedang tidur.

Sebenarnya, ia sendiri tidak menganjurkan untuk memakai alat itu, karena cinta harus tumbuh dengan sendirinya. Tapi ia juga penasaran dengan pistol itu. Pistol itu belum pernah ia gunakan. Terakhir kali, pistol itu nyaris ia tembakkan kepada Taeyon sewaktu berjalan menuju panggung di Meis. Tapi tak jadi, karenai ia harus pergi mendadak untuk menyelamatkan Jingga yang sedang dikejar penyihir  di Negeri Kelinci.

Sejak peristiwa itu ia belum menemukan waktu yang tepat untuk membuktikan keampuhan pistol itu. Dan, akhirnya kesempatan itu datang. Perlahan Basman mengeluarkan pistol dari kantong jaket, dan mengarahkannya ke pintu melalui jendela yang sedikit terbuka. Begitu Bram keluar, ia akan langsung menembaknya.

Ceklek!!

Tapi pintunya dikunci kembali oleh Bram. Melihat hal itu, Basman mengambil kesimpulan bahwa Bram sedang mengalami masalah dengan saluran pencernaannya yang tak bisa ia prediksi sampai kapan akan berakhir. Sambil menghela nafas, Basman memasukkan kembali pistol itu ke dalam kantong jaket. Ia memang bisa menunggu Bram hingga selesai, tapi ia tak ingin mengambil pilihan itu. Masih banyak tempat yang ingin ia kelilingi. Ia pun tak mau jika harus tetap menembakkan pistol itu ketika Bram sedang jongkok mengejan di dalam toilet. Terdengar tidak benar. Masa iya, orang lagi buang hajat ditembak.  Begitu pikirnya.

Maka Basman memutar otak bagaimana caranya agar Bram mencintai Ayumi. Dan ia tahu caranya.

Dengan kelincahan layaknya ninja, ia masuk ke dalam kamar. Mengambil buku dan pulpen yang tergeletak di atas meja kecil di samping lemari, lalu mulai menulis. Pendek saja. Ia merobek kertas yang berisi tulisan itu, dan meletakkannya di bawah handphone milik Bram. Ia menulis lagi di kertas yang lain, dan juga merobeknya. Kertas itu dimasukkan ke dalam kantong. Basman keluar dari kamar Bram. Berjalan kembali ke tempat Ayumi. Ia letakkan seobekan kertas berisi tulisan itu di meja. Kemudian Basman pergi.

Di bawah pohon kelapa di depan kontrakan Bram,  Ayumi menunduk. Pipinya bersemu merah. Bram berdiri salah tingkah di depannya. Semalam, setelah berjuang melawan perutnya yang mules, ia menemukan sobekan kertas di bawah handphone miliknya. Tertulis pesan pendek di kertas itu. AYUMI CINTA SAMA KAMU. Gara gara kertas itu juga yang membuat semalam ia nyaris tak bisa tidur. Ia tahu Ayumi. Tetangga samping kontrakan yang ia kagumi kecantikannya secara diam diam.

Maka oleh sebab itulah, pagi pagi ia sengaja mencegat Ayumi yang hendak pergi kuliah.  Disodorkan kertas itu kepada Ayumi.

“Ini Ayumi yang tulis?”

“Bukan. Ayumi juga dapat kertas seperti itu.” Ayumi menyerahkan kertas yang ia temukan di mejanya tadi pagi. BRAM CINTA SAMA KAMU. Tangan Bram gemetar ketika menerima kertas itu. Ia tak tahu harus berkata apa. Ia ingin bertanya kepada Ayumi apakah yang dituliskan di kertas itu benar. Tapi lidahnya seketika jadi kelu. Salah tingkah.

“Oh ya sudah. Mungkin ada orang iseng.”

Ayumi sebenarnya kecewa mendegar kalimat itu dari Bram. Tapi, ia juga tak berani untuk berterus terang mengenai perasaannya. Ia hanya berdiri di tempat itu. Sementara Bram mundur perlahan menuju pintu kontrakan.

Dan Basman nyaris menggigit kulit pohon kelapa karena gemas melihat kelakuan Bram. Tanpa diketahui oleh Bram dan Ayumi, ada Basman yang mengawasi dari balik pohon kelapa. Tentu saja kedua orang itu tak dapat melihatnya karena Basman berkamuflase dengan sempurna. Dari tempat persembunyiannya, Basman ingin menembakkan Pistol Lope Lope kepada Bram. Tapi akhirnya ia urungkan. Ini karena ia telah melihat Bram juga punya perasaan yang sama terhadap Ayumi. Basman ingin melihat Bram berusaha sendiri untuk mendapatkan cinta gadis itu.

Basman punya rencana. Rencana ini sebenarnya berbahaya juga, dan belum tentu berhasil. Ini semua tergantung Bram nantinya. Ada dua kemungkinan yang terjadi.

Pertama.

Bram akan berlari menyelamatkan Ayumi. Ayumi berterima kasih. Saat yang tepat buat Bram untuk menyatakan cintanya, bukan? Tapi itu juga kalau Bram berani.

Kedua.

Bram akan diam ditempat. Ayumi mati kejatuhan kelapa. Iya benar. Rencana Basman ialah menjatuhkan sebutir kelapa yang ada di atas Ayumi. Basman berharap skenario pertama yang akan terjadi.

Kelapa telah ditembak. Jatuh meluncur ke bawah.

Ayumi tetap berdiri ditempatnya menatap Bram dengan tatapan penuh harap. Bram menatap mata Ayumi, kemudian membalikkan badan. Aduh celaka, umpat Basman. Bram yang telah membailkan badan tentu saja tidak melihat kelapa yang jatuh itu. Lantas siapa yang akan menolong Ayumi?

Basman jadi tegang sendiri. Kalau ia menolong atau berteriak memperingatkan Ayumi, maka penyamarannya akan terbongkar. Tapi kalau ia diam saja, Ayumi bakal celaka. Ngehe emang si Bram nih!

Sebentar lagi kelapa akan jatuh menimpa Ayumi.

Basman memutuskan menolong gadis itu.

Basman baru saja akan menyingkapkan kain kamuflasenya ketika ia melihat Ayumi salto, dan menendang kelapa itu. Kelapa meluncur menyeberang jalan. Ayumi memutar tubuhnya dan mendarat sempurna dengan kakinya. Kejadian itu berjalan dengan cepat dan senyap. Bahkan Bram  nampaknya tidak terusik dengan kejadian itu. Ia terus melangkah masuk ke dalam kontrakan.

Ayumi nampak kesal. Kemudian pergi dari tempat itu menuju kampus. Basman masih terheran heran dengan apa yang baru saja dilihatnya. Sebuah pikiran melintas di kepalanya, apakah Ayumi agen juga? Tapi percayalah, jawaban itu akan diperoleh Basman beberapa bulan berikutnya ketika mereka bertemu kembali di hutan Angsana.

 

Balaraja,16-oct-13 with snsd & radiohead.

Cuti Sakit Hati

Ketika Saira membuka matanya, hujan masih turun dengan deras. Ia menyingkap selimut, kemudian berjalan di kamar mandi. Cuci muka. Kemudian ia menyalakan televisi. Penuh dengan berita banjir, dan kemacetan. Hal itu membuat ia jadi malas untuk berangkat kerja, sebab ia dipastikan akan terlambat ke kantor, dan macet di jalan itu menyebalkan.
Di samping itu, sekarang ada pacarnya. Saira memandang pacarnya yang hanya terlihat kepalanya saja, sementara bagian lain tertutup selimut.
Ia masih tidur, pikir Saira. Ia lalu mengambil handphone miliknya untuk mengabari atasannya bahwa ia tidak masuk hari ini dan akan memotong jumlah cuti tahunan miliknya. Untungnya saja atasannya tidak keberatan.
Saira melompat ke kasur dengan harapan lonjakkannya akan membuat pacarnya terbangun. Ia ingin memberi tahu bahwa ia cuti, dan seharian mereka bisa berduaan. Tapi pacarnya tak juga terbangun.
Saira memukulnya dengan bantal. Pacarnya diam saja.
Saira berteriak di dekat kupingnya. Tak bereaksi.
Kesal, Saira mencubit pipinya.
Dingin. Pipi pacarnya dingin. Ia goyang goyangkan badannya. Ia raba seluruh badannya. Dingin.
Kemudian Saira menyingkap selimut. Nampak tubuh telanjang pacarnya. Ia balikkan tubuh si pacar hingga terlihat punggungnya.
Dan di sana, nampak sebuah lingkaran sebesar kancing kemeja. Lingkaran itu tepat berada di tengah punggung. Menempel dengan erat ke dalam kulit.
Lingkaran itu adalah sebuah lampu yang menyala merah.
“Yah, batterainya habis.” Lalu Saira tersenyum,”tunggu ya sayang, aku mau ambil chargernya dulu.”
Dengan cepat diambilnya charger dari dalam laci meja kecil di dekat tempat tidurnya. Charger itu kecil, seperti charger handphone yang ujungnya dibuat agar bisa masuk ke dalam stop kontak, sementara ujung lainnya berupa dua buah bulatan memanjang, menyesuaikan bentuk lubang hidung sebagai tempat untuk menancapkan benda itu nantinya.
Di luar hujan turun bertambah deras. Sementara televisi telah berganti menjadi sinetron dimana tokoh utama pergi ke pasar naik elang.
Saira membalik tubuh pacarnya. Ditancapkannya ujung charger ke dalam hidung. Lalu ia turun dari tempat tidur, berjalan mencari stop kontak yang ada di dekat televisi.
Ia sudah sampai di depan stop kontak dan akan memasukkan charger ketika tiba tiba televisi tidak menyala.
Mati lampu.
“A-a..mati lampu lagi. Sudah bayar mahal mahal, masih mati lampu juga!!”
Begitulah kemudian mati lampu telah menggagalkan rencana Saira berdua dengan pacarnya dan cutinya jadi sedikit sia sia.

Orang Ketiga Pertama

Mawar mendekati Udin dengan pelan. Tangannya memegang parang. Di belakang Udin, Mengayunkan parang itu ke leher Udin.
Udin duduk di kursi sambil mengisi TTS. Ia tertahan di pertanyaan nomer 39 mendatar: Nama hewan yang paling romantis dan ditunggu para pasangan. Tiba tiba ia merasa lehernya dihantam sesuatu.
Trang!
Suara parang jatuh. Udin menengok ke belakang. “Kamu ngapain? Aku kan robot.”
Mawar terdiam ditempatnya. Terkejut mendapati kenyataan itu. Meski ia memang sudah tahu bahwa ada banyak robot yang menyerupai manusia, tapi ia tak pernah menduga bahwa Udin adalah salah satunya.
Udin berdiri lalu memapah Mawar untuk duduk di kursi. Udin tersenyum.
“Jadi, kenapa kamu ingin membunuhku?”
“K-karena kamu adalah orang ketiga pertama.”
“Maksudnya?”
Mawar menarik nafas panjang. “Kemarin aku pergi ke Madam Erotha. Ia meramalkan bahwa aku akan berpisah dengan suamiku. Akan ada orang ketiga pertama. Dan, ia menyebutkan kamu. Makanya aku ingin membunuhmu agar ramalan itu tidak terjadi.”
“Ah yang benar saja Mawar. Masa aku harus dibunh gara gara itu.”
“Aku tidak mau kehilangan suamiku.”
“Iya tahu, tapi pasti ada jalan lain.”
Mawar menggeleng.”Ramalan Madam Erotha tidak pernah meleset.”
“Ya ampun mawar. Orang orang sudah bolak balik ke New Earth, dan kau masih percaya ramalan.”
“Kau juga masih mengisi TTS. Ada hal hal yang tidak bisa kau tinggalkan begitu saja Udin.”
“Baiklah. Aku mengerti.” Udin menghempaskan badan ke kursi. “Kau bilang aku adalah orang ketiga pertama yang akan menyebabkan kamu berpisah dengan suamimu. Bagaimana bisa?”
“Aku tidak tahu pastinya. Tapi aku yakin suatu saat kamu akan jatuh cinta kepadaku atau sebaliknya. Apa pun bisa terjadi.”
“Bagaimana kalau suami kamu yang jatuh cinta padaku?”
Mawar melotot.
“Apa pun bisa terjadi bukan?”, kata Udin selanjutnya. Mawar tak berkata apa pun.

“Kucing?”
Mawar mengangguk. “Iya kucing. Ada enam kotak khan. Huruf terakhirnya ‘G’.”
“Bagaimana bisa? Memangnya kucing hewan paling romantis dan ditunggu pasangan. Aku belum pernah lihat kucing baca puisi.”
Mawar tersenyum. “Bagaimana menurutmu sayang?” tanya Mawar pada suaminya yang duduk di samping kanannya. “Aku tidak tahu alasanya mengapa, tapi aku selalu mendukungmu, manis.”
“Ingin tahu alasannya?” Mawar memandang kepada Udin dan suaminya secara bergantian.
“Karena kucing..kucingta padamu suamiku. Kucingta padamu Udin.”
Mereka bertiga tertawa.

Pukul Dua Dini Hari

Rihana sedang tidur dengn posisi miring ke samping. Tangan dan kakinya merangkul guling. Di bawah kakinya, terserak empat ekor kucingnya yang juga sama sama sedang tidur. Mereka adalah empat ekor kucing yang lucu, belum terlalu dewasa, dan masing masing memiliki warna yang berbeda;hitam, jingga, putih dan belang belang. Oleh Rihana, setelah mendapat petunjuk dari seseorang di sebuah situs web 9gag.com, memberi nama kucing kucingnya Tinky Winky, Dipsy, Lala dan Eduardo.
Rihana sedang bermimpi dikejar zombie Leonardo Di Caprio yang menyebabkan betisnya jadi gatal. Ia menggaruk garuk betisnya sekarang. Menimbulkan suara pelan, namun cukup keras untuk membuat kuping Tinky Winky berdiri, menggeliat ke samping, lalu tidur lagi. Di dekat Tinky Winky ialah tepi ranjang, bersentuhan dengan meja kecil. Di atas meja kecil itu sebuah kipas angin menyala. Nyala LCD dari jam digital di dekat kipas angin memancar. Kosong dua kosong kosong.

Tiba tiba kipas angin mati. Ada seseorang di sana. Berdiri dalam gelap kamar sambil memanggul sebuah karung. Ia memandang ke arah Rihana, kemudian kepada kucing kucingnya. Ia lalu menurunkan karung. Terlihat berat, tapi tak ada suara ketika karung itu menyentuh lantai.
Perlahan ia membungkukkan badannya. Dengan kedua tangannya ia mengambil Tinky Winky. Ia bawa ke depan dadanya. Tangan kanannya memegang leher Tinky Winky. Lalu dengan gerakan cepat ia cekek, dan memuntir leher kucing itu.
Krek!
Tinky Winky mati tanpa suara.
Bangkai Tinky Winky ia masukkan ke dalam karung. Hal yang sama ia lakukan kepada Dipsy, Lala dan Eduardo. Ketika ia hendak memasukkan Eduardo ke dalam karung, tiba tiba Rihana terbangun. Rupanya zombie Leonardo Di Caprio telah berhasil menggigit lehernya. Rihana membuka mata sambil mengusap lehernya.
Saat itulah ia melihat sesosok bayangan manusia di depannya. Rihana menekuk kakinya dan menarik dirinya ke sudut tembok.
“Zombie!!” Teriak Rihana tertahan.
“Bukan.” jawab seseorang itu.
Rihana sedikit lega. “Leonardo Di Caprio?”, tebaknya lagi.
Dalam kegelapan kamar Rihana masih bisa melihat sosok itu menggeleng. Dan, apa itu di tangannya! Rihana tentu mengetahuinya dengan baik, dan ia baru menyadari bahwa kucing kucingnya tak ada di tempatnya.
“A-pa yang kau lakukan dengan kucingku. Siapa kamu sebenarnya!”
“Namaku Drossel Koshka. Aku kolektor kucing. Kucing kucingmu ada di dalam karung yang aku bawa.”
Drossel Koshka mengangkat karung. Lalu memasukkan Eduardo ke dalamnya.

Rihana hampir menangis. Namun ia tahan. “Tapi kenapa?”
“Untuk memberimu waktu.”
Rihana tak mengerti. “Maksudnya?”
Drossel Koshka menunjuk ke aram jam digital di dekat kipas angin. “Kamu lihat jam ini. Jam berapa sekarang?”
Rihana melihat dengan jelas angka di layar jam digital itu. Kosong dua kosong kosong.
“Jam dua dini hari.”
“Sekarang tunggu beberapa saat lagi. Kira kira yang kamu rasa cukup untuk mengubah angka jam ini.”
Rihana memadang jam digital itu. Tapi tak berubah. Meski ia yakin harusnya sekarang sudah jam dua lebih.
“Jamnya rusak,” simpul Rihana.
“Kalau begitu, coba lihat jam di handpone kamu.”
Rihana membuka handphonenya. Kosong dua kosong kosong. Sama persis. Ini mustahil. Tidak mungkin jam handphone rusak kecuali handphonenya ikut rusak.
Rihana menatap Drossel Koshka. Bingung.
“Aku telah menghentikan waktu, sebagai kompensasi dari kematian kucing kucingmu. Semua benda yang bergerak sedang berhenti sekarang. Sampai batas waktu yang kamu tentukan sendiri. Aku memberimu waktu untuk menyelesaikan segala urusanmu. Atau terserah kamu ingin melakukan apa. Apa kamu mengerti?”
Rihana mengangguk.
“Nah, silahkan gunakan waktumu.”
“Tapi aku tidak tahu harus melakukan apa.”
“Tidak usah buru buru. Take your time. Pikirkanlah dengan sebaik baiknya. Waktumu tidak akan dibatasi.”
Seharusnya Rihana senang, sebab barangkali inilah yang ia inginkan. Suatu masa dimana ia tidak terikat oleh waktu. Tapi ia masih di tempat tidurnya. Mati matian menahan tangis. Dadanya sesak. Ia tak punya hasrat untuk melakukan apa pun. Ia teringat kucing kucingnya. Yang ia sayangi sedemikian rupa.
Tentu saja perasaan semacam itu tidak dipunyai oleh Drossel Koshka. Drossel Koshka masih berdiri di sana selama waktu yang dibutuhkan tanpa pernah mengerti bagaimana sakitnya kehilangan.

Kenalan Yuk

Kenalan yuk! Sebuah pesan menampakkan diri di layar handphone Eduardo Rizal Kuple. Ia tersenyum sendiri begitu membaca isi pesan tersebut, dan menyimpulkan bahwa salah seorang wanita diluar sana begitu bergelora ingin mengenalnya. Boleh saja, ini siapa yach?, begitu ia membalasnya.
Lalu pesan balasan kembali menghampiri. Isinya tetap sama; Kenalan yuk!
Eduardo Rizal Kuple mengerutkan dahi. Dikirimkannya kembali pesan; Iya boleh. Ini siapa? Kan tadi udah aku balas!
Tapi pesan selanjutnya pun masih setali tiga uang; Kenalan yuk!
Cukup sudah batas kesabaran Eduardo Rizal Kuple. Ia pun menelepon ke nomer sialan itu.
Di seberang sana, terdengar suara perempuan tua.
“Haallloooooo..inni..ssiaapaaaaa?”
“Ini siapa?”, tanya Eduardo Rizal Kuple sedikit grogi sebab ia tak menyangka bakal diterima pada kesempatan pertama, dengan suara yang tua pula.
“Iinnii..oma Saraswatiiii. Ada perlu aapaaaaa…”
Nah lho. Oma. Sudah nenek nenek dong. Bah!! “Ini oma, tadi nomer ini ngirim sms ke handphone saya, isinya minta kenalan. Tapi smsnya kaya gitu mulu, biarpun saya sudah membuka hati saya untuk melanjutkan permintaan perkenalan ke jenjang yang lebih tinggi. Saya jadi kesal. Terus saya telpon. Begitu oma!”
Oma Saraswati menganggukkan kepala tanda mengerti. “Mungkin taddii cucu oma yang sms.”
Sebuah o panjang keluar dari mulut Eduardo Rizal Kuple. Timbul harapan baru.
“Wah boleh tuh oma, cucunya dikenalin. Namanya siapa oma?”
“Bollleehh sajaaa..namaannyaaa Alexander Juned.”
“C-cowok oma?”
“Iiyaa..cowok..masoh jomblo lohh. Giimmaanaa mau dikenalin?”
Sambungan telephon otomatis terputus. Eduardo Rizal Kuple melempar handphone ke atas kasur. Memantul sejenak kemudian terdiam. Musnah sudah harapan berkenalan. Musnah pula impian mendapatkan pacar idaman padahal a sudah terlalu lama sendirian.

Handphonenya berbunyi kembali. Sebuah pesan masuk dari nomer asing yang lain. Isinya membuat laki laki yang kecewa itu muntab; Hai, kenalan yuk!
Dengan jemari bergetar menahan marah ia membalas; ENGGAK MAU!!!!

Di suatu tempat dalam sebuah kamar berwarna merah jambu, seorang wanita dengan rambut sebahu dan memakai thank top dipadu dengan leging motif batik duduk di tepi tempat tidur. Ia membaca pesan yang baru masuk di handphonenya; ENGGAK MAU!!!!
Wanita itu kemudian shock, dan keluarlah makian yang cetar membahana menembus gulita malam. Di luar mendung, sebentar lagi hujan.

Kenalan Yuk

Kenalan yuk! Sebuah pesan menampakkan diri di layar handphone Eduardo Rizal Kuple. Ia tersenyum sendiri begitu membaca isi pesan tersebut, dan menyimpulkan bahwa salah seorang wanita diluar sana begitu bergelora ingin mengenalnya. Boleh saja, ini siapa yach?, begitu ia membalasnya.
Lalu pesan balasan kembali menghampiri. Isinya tetap sama; Kenalan yuk!
Eduardo Rizal Kuple mengerutkan dahi. Dikirimkannya kembali pesan; Iya boleh. Ini siapa? Kan tadi udah aku balas!
Tapi pesan selanjutnya pun masih setali tiga uang; Kenalan yuk!
Cukup sudah batas kesabaran Eduardo Rizal Kuple. Ia pun menelepon ke nomer sialan itu.
Di seberang sana, terdengar suara perempuan tua.
“Haallloooooo..inni..ssiaapaaaaa?”
“Ini siapa?”, tanya Eduardo Rizal Kuple sedikit grogi sebab ia tak menyangka bakal diterima pada kesempatan pertama, dengan suara yang tua pula.
“Iinnii..oma Saraswatiiii. Ada perlu aapaaaaa…”
Nah lho. Oma. Sudah nenek nenek dong. Bah!! “Ini nek, tadi nomer ini ngirim sms ke handphone saya, isinya minta kenalan. Tapi smsnya kaya gitu mulu, biarpun saya sudah membuka hati saya untuk melanjutkan permintaan perkenalan ke jenjang yang lebih tinggi. Saya jadi kesal. Terus saya telpon. Begitu oma!”
Oma Saraswati menganggukkan kepala tanda mengerti. “Mungkin taddii cucu oma yang sms.”
Sebuah o panjang keluar dari mulut Eduardo Rizal Kuple. Timbul harapan baru.
“Wah boleh tuh oma, cucunya dikenalin. Namanya siapa oma?”
“Bollleehh sajaaa..namaannyaaa Alexander Juned.”
“C-cowok oma?”
“Iiyaa..cowok..masoh jomblo lohh. Giimmaanaa mau dikenalin?”
Sambungan telephon otomatis terputus. Eduardo Rizal Kuple melempar handphone ke atas kasur. Memantul sejenak kemudian terdiam. Musnah sudah harapan berkenalan. Musnah pula impian mendapatkan pacar idaman padahal a sudah terlalu lama sendirian.

Handphonenya berbunyi kembali. Sebuah pesan masuk dari nomer asing yang lain. Isinya membuat laki laki yang kecewa itu muntab; Hai, kenalan yuk!
Dengan jemari bergetar menahan marah ia membalas; ENGGAK MAU!!!!

Di suatu tempat dalam sebuah kamar berwarna merah jambu, seorang wanita dengan rambut sebahu dan memakai thank top dipadu dengan leging motif batik duduk di tepi tempat tidur. Ia membaca pesan yang baru masuk di handphonenya; ENGGAK MAU!!!!
Wanita itu kemudian shock, dan keluarlah makian yang cetar membahana menembus gulita malam. Di luar mendung, sebentar lagi hujan.

Sasirangan

Jin itu bisa hidup di mana saja. Bisa di botol, di pohon besar, di rumah rumah, di perahu, di mana saja terserah ia mau di mana. Jin yang satu ini memilih bersemayam pada salah satu kain Sasirangan yang hendak dijual oleh keluarga Kiki. Untuk mencegah supaya kain Sasirangan yang ia tempati tidak dibeli orang, ia sudah memasang jampi jampi, sehingga orang orang akan melihat kain itu sebagai kain yang lusuh, kucel, dan tidak menarik.

Dan jampi jampi itu memang telah berhasil membuat kain itu jadi tidak laku. Tapi, sebuah insiden yang terjadi pada hari yang menyebalkan itu telah membuat dirinya untuk memutuskan hengkang dari rumahnya di dalam kain Sasirangan.

Hari itu ia sedang tidur, setelah semalaman tidak tidur lantaran mengejar kelinci di bulan. Tiba tiba ia merasa ada seseorang yang berteriak. Tidurnya jadi terganggu. Ia lalu keluar dari kain Sasirangan, dan melesat terbang ke luar. Saat itulah ia melihat Kiki, sedang berusaha menenangkan Siti, tunangannya. Tangan Kiki memegang pundak Siti. Sementara di depannya, seorang perempuan cantik berusaha menjambak rambut Siti. Perempuan itu juga sedang ditenangkan oleh dua orang temannya.

Dari atas, menggunakan kelebihannya, jin itu tahu belaka apa yang sedang terjadi. Perempuan cantik itu bernama Rina, selingkuhan Kiki. Mereka sudah berjanji akan bertemu siang hari, tapi nasib memutuskan lain. Mereka justru bertemu di saat Kiki sedang bersama Siti, tunangannya. Meski tadinya tak tahu bahwa Siti adalah tunangannya, tapi melihat kemesraan yang ditunjukkan Siti membuatnya jadi curiga. Ketika ditanyakan kepada Kiki, ternyata Siti adalah tunangannya. Dan sudah bisa ditebak, dua perempuan yang dibutakan cinta itu kemudian bersiteru.

Sebenarnya jin itu, senang senang saja melihat mereka berantem. Bahkan ia ikut berteriak memberikan semangat kepada keduanya.

“Ayo Rina. Pukul! Pukul!”

“Tendang pantatnya. Ceburin ke sungai!!!”

Tentu saja tak ada yang bisa mendengar seruan semangat jin itu.

Pertarungan menjadi semakin sengit. Tak hanya Kiki, kedua orang tuanya sudah turun tangan menenangkan.

Tak berhasil menjambak rambut Siti, Rina berusaha mencakar. Siti tak tinggal diam, ia mengambil benda apa saja yang dapat ia jangkau, kemudian ia lemparkan ke arah Rina. Mulanya hanya sandal jepit, hingga lama lama tanpa sadar ia sudah melemparkan kain Sasirangan yang hendak dijual.

Tanpa kecuali kain Sasirangan yang ditempati jin itu.

Karena sedang asik memberi semangat, jin itu tak menyadari kalau tempat tinggalnya sedang dalam kondisi terancam. Tapi terlambat.

Jin itu melihat kain Sasirangan miliknya sedang melayang ke arah Rina. Rina berhasil menghindar. Kain sasirangan itu terus melayang, sampai akhirnya jatuh tercebur ke sungai Barito.

Jin itu segera bertindak.

Ia meluncur turun. Tapi kain Sasirangan sudah terlanjur basah. Tidak bisa diselamatkan.

Jin itu nampak marah. Ini semua gara gara Kiki, pikirnya. Kalau dia tidak selingkuh, tidak bakal jadi begini.

Jin itu kemudian mendekat ke arah mereka. Jin itu menampakkan dirinya.

“Cukup hentikan semua ini!!” teriaknya.

Kiki, Siti, Rina, dua temannya dan kedua orang tua Kiki mendadak berhenti. Di samping mereka terlihat laki laki tua sambil memegang kampak raksasa.

“Kalau enggak berhenti. Saya cium pakai kampak!!”

Keenam orang itu ketakutan.  “I-ini sudah b-berhenti.”

“Bagus. Hai Siti dan RIna. Kalian jangan berantem begitu. Kalau ada yang harus disalahkan, itu adalah Kiki. Kalian sudah dibohongi oleh Kiki.” Jin itu kemudian menjelaskan apa yang terjadi.

Siti dan Rina akhirnya menyadari kebodohannya.

“Brengsek kamu, Kak!” isak Siti sambil menampar Kiki. Plak! “Mulai detik ini, kita putus!”

Kiki mengelus pipinya.

“Ini buat kamu, Ki.” Giliran Rina yang memberi pelajaran. Kiki membungkuk, sambil memegangi selangkangannya yang baru saja kena tendang.

Kemudian dua orang perempuan itu pergi meninggalkan Kiki.

Jin itu tersenyum puas. Lalu pergi mencari tempat tinggal yang lain.

cerita sebelumnya:

part 1 part 2 part 3 part 4

Aku Kembali

Mulanya ia bernama Surip. Tapi suatu hari ia menghilang entah kemana. Waktu itu ia berumur lima tahun.  Sedang lucu lucunya. Tak ada yang tahu kemana ia pergi. Orang tuanya jadi panik, resah dan gelisah.  Dua hari Surip menghilang. Dan pada hari ketiga, Surip muncul begitu saja di depan rumah. Tak kurang dari satu apa pun. Malahan Surip tertawa tawa manakala Ibu dan Bapaknya berhamburan memeluk dan menciumnya.

Esok harinya, keluarga besarnya memutuskan untuk mengganti nama Surip dengan Kembali, dengan harapan ia tak lagi menghilang, dan seandainya ia menghilang lagi, ia akan kembali, seperti namanya. Bahkan, untuk menghindari hal buruk itu terjadi lagi, sebulan kemudian Ibu dan Bapaknya memutuskan untuk pindah ke Surabaya, kampung halaman mereka. Begitulah untuk seterusnya, nama Surip hilang dari muka bumi, diganti dengan Kembali.

Tak ada yang tahu kejadian sebenarnya yang menimpa Surip, eh Kembali sewaktu ia hilang, begitu pula Kembali. Hingga pada suatu hari, di hari ulang tahunnya yang ke delapan belas, sewaktu ia dan teman temannya pergi ke Surabaya Old Town, ia mengalami kejadian aneh.

Waktu itu ia sedang mengambil foto teman temannya yang berpose norak di depan sebuah gedung tua. Saat itulah, tiba tiba ia melihat semua temannya jadi setengah telanjang. Tak ada yang pakai baju dan celana. Sialnya, temannya itu cowok semua. Ia sungguh terkejut, dan sedikit geli.

Ia ucek ucek matanya, tapi temannya tetap telanjang. Cuma pakai celana dalam saja. Merah, kuning, hijau, dan biru motif kembang.

Ia segera mengalihkan pandangannya pada sekelompok cewek ABG yang sedang berjalan ke arahnya, dan hal inilah yang kemudian terjadi: ia kaget, kameranya jatuh, kakinya gemetaran, susah menelan, panas dingin, keringat menetes, mulut menganga dan jantung berdegup kencang.

Di matanya, sekelompok cewek telanjang semua. Cuma pakai celana dalam dan BH.  Montok dan menggiurkan.

 

“Jadi, kamu bisa melihat tembus pandang?” tanya salah seorang temannya kepada Kembali, setelah sebelumnya Kembali menceritakan hal aneh yang terjadi padanya.  Mereka masih berada di Surabaya Old Town.

“Serius?”

Kembali mengangguk. “Celana dalam kamu warnanya merah, tho?”

Temannya yang merasa pakai celana dalam merah cengengesan, malu.

Kemudian ada seseorang yang menghampiri mereka. Orang itu memakai jas menutupi tubuhnya. Meski demikia, orang orang bisa melihat bahwa ada yang aneh dengan postur tubuhnya. Ia mempunyai tubuh yang terlalu ramping untuk menyangga sebuah kepala yang besarnya lebih dari normal. Orang itu bicara kepada Kembali dengan logat yang aneh. Pelan seperti sinden, dan agak serak serak basah.

“Kamu.. namanya.. Kembali?”

“I-iya, kok bisa tahu?”

“Tahu..dong.. Aku.. bisa.. menjelaskan..kenapa..kamu..bisa..melihat..tembus..pandang.”

Lalu orang aneh itu menjelaskan kepada Kembali, dengan disaksikan oleh teman temannya. Ternyata ini ada hubungannya dengan hilangnya Kembali sewaktu ia masih kecil. Ia yang membawa pergi Kembali untuk diberi sebuah kekuatan maha dahsyat yang akan bisa Kembali gunakan pada saat umurnya delapan belas tahun. Orang itu menambahkan bahwa kekuatan Kembali, tidak cuma bisa menembus pandang, tapi juga tidak mempan ditembak, bisa merubuhkan tembok sekali pukul, dan sebagainya. Dengan kata lain, Kembali jadi manusia super.

Ketika ditanya alasannya, orang itu menjawab bahwa sebentar lagi bumi akan kedatangan monster monster jahat. Ketika ditanya kenapa harus menunggu selama delapan belas tahun. Orang itu menjawab, dengan singkat: Me.. ne..ke..te..he.”

Begitulah kemudian hari itu Kembali menemukan takdirnya yang baru, sebagai manusia super.

Tiga bulan kemudian, masih di tempat yang sama, terlihat monster ubi kayu sedang berusaha berhadapan dengan seseorang cowok yang mengenakan topeng dari sarung.

“Siapa kamu. Berani beraninya menghalangi jalanku!” teriak monster ubi kayu.

“Aku Kembali. Monster sepertimu, tidak akan kubiarkan. Ciaaattt!!”

Genggaman Tangan

Di obyek wisata Tawang Mangu, mulanya tak ada yang peduli kepada sepasang kekasih yang kedua tangannya saling berpegangan tangan itu. Tangan si cowok menggenggam erat tangan si cewek. Keduanya nampak bahagia. Si cowok, yang mengenakan t shirt bertuliskan ‘Sudah Punya Pacar Cantik” berkali kali tersenyum ketika menolehkan kepalanya kepada si cewek, yang mengenakan t shirt warna yang sama bertuliskan, “Aku Juga Sudah Punya Pacar. Ganteng Lagi.”

Orang orang yang melihat hal itu juga bersikap biasa saja. Menganggap hal itu sebagai hal yang lumrah. Cuma pegangan tangan aja khan, belum sampai ciuman, begitu pikir salah seorang yang melihat. Malah kelihatan mesra begitu.

Tapi kemudian orang orang mulai menyadari ada yang aneh dari pasangan itu. Mereka berdua sama sekali belum pernah melepaskan tangan. Selalu bergandengan. Menggenggam dengan erat.

Orang orang mulai melirik lirik penuh perhatian. Lama lama jadi bahan obrolan. Jadi topik gossip di antara mereka.

“Eh, itu orang gandengan tangan melulu yah?”

“Iya. Udah dari tadi tahu. Pas masih di pintu masuk juga udah gandengan.”

“Ah, masa sih Jeng.”

“Iya tahu. “

Dan ketika sampai di depan air terjun, makin banyak yang ikutan bergosip.

“Yang bener kamu. Sama sekali belum dilepas?”

“Iya bener.”

“Aih, mesranya.”

Kata seseorang yang ikut berbahagia melihat keganjilan itu. Namun ada juga yang benci melihatnya.

“Ih, gandengan tangan melulu.”

“Kenapa emang. Pengen yaaaaa.”

“Enggak lah yaw. Gitu doang mah aku juga bisa.

“Loh, kamu kan belum punya pacar.

“Huhuhuhu.”

Meski banyak yang ngomongin, pasangan itu tetap cuek bebek. Mereka berdua terlihat asik menikmati pemandangan air terjun yang dikenal juga dengan Gerojogan Sewu. Si cewek malah terlihat tambah lengket dengan si cowok. Saling bergelendotan tak mau lepas.

Sementara orang orang di sekitar mereka berdua mendadak terjangkit wabah kepo.

“Eh, kira kira kenapa ya tuh orang gandengan tangan melulu.” Tanya seorang pengunjung kepada temannya.

“Kenapa emang. Kamu pengen juga. Sini pegang tangan aku aja.”

“Najis, emang eke cowok apaaaaaannn.” Ternyata keduanya sama sama laki laki.

“Eh, mamah. Lihat deh. Dari tadi papah perhatiin, orang itu gandengan terus yah.” Kata seorang suami kepada istrinya.

“Ah papah. Biarin aja. Kayak enggak pernah muda aja.”

“Iya sih mah. Kira kira kenapa yah gandengan melulu. Apa enggak panas tangannya.”

“Yah, mamah mana tahu. Udah jangan ngomongin orang melulu. Eh, anak kita si Joni kemana pah?”

“Lho, tadi kan sama mamah.”

Si istri yang merasa tidak melihat anak mereka jadi panik. “Enggak kok pah. Aduh, pah dimana anak kita pah. Jangan jangan diculik Pah.” Si istri merasa ingin menangis. Matanya jadi sedikit basah.

“Sudah sudah, jangan lebay. Kebanyakan nonton sinetron sih kamu, mah! Nah itu dia anak kita!”

Teriak si suami sambil menunjuk anak mereka yang sedang berdiri memandang monyet di dahan sebuah pohon.

Monyet itu ada sepasang. Sedang asik memperhatikan sepasang kekasih yang dari tadi kedua tangannya saling bergenggaman.

Nyet. Nyet. Nyet. Lalu mereka pergi.

Semakin sore, orang orang yang penasaran kepada pasangan yang bergenggaman tangan terus terusan itu semakin bertambah. Beberapa dugaan mencuat, ada yang bilang tangannya di lem, kembar siam, mereka adalah android jenis baru, alien, Baja Hitam, Ultraman, dan hal hal tidak nyambung lainnya.

Hingga kemudian ada yang berani bertanya kepada pasangan itu.

“Kenapa sih, gandengan tangan terus?”

Pasangan itu memandang satu sama lain, dan tersenyum. “Kenapa tidak,” jawab si cowok.

Orang yang tadi bertanya, tidak mengajukan pertanyaan lebih lanjut. Lalu pergi, sambil menceritakan jawaban itu kepada orang orang yang ingin tahu. “Kenapa tidak.”

Ramai

Ia datang ke Malioboro sendirian. Hanya memakai celana pendek, t shirt  warna coklat kehijauan serta sandal jepit swallow warna biru, serta sebuah tas kecil yang ia sampirkan ke pinggang. Malioboro sedang ramai ramainya. Para pedagang riuh menawarkan barang dagangannya, dan pembeli sibuk menawar harga.

Ia mendatangi orang pertama yang dijumpainya.

“Ramai yah?” katanya. Orang yang ia tanya tersenyum. “Woo, jelas. Namanya juga Malioboro. Pasti rame.”

Ia kemudian pergi mencari orang lain, meski orang yang tadi ia tanya masih ingin meneruskan jawabannya.

Ia berhenti di depan tukang sampah yang sedang beristirahat. “Ramai, yah?” katanya.

“Ya begitulah.” Jawab tukang sampah sambil mengipas wajahnya dengan tangan. Panas.

Ia kembali meneruskan perjalanan. Masuk lebih dalam.

Ia bertanya kepada seorang pedagang kaos.

“Ramai, yah?”

“Oh, silahkan dipilih kaosnya. Iya memang di sini selalu rame.”

Tanpa bicara apa apa lagi, ia pergi meninggalkan pedagang itu. “Hai, kaosnya ndak jadi beli?”

Seorang pembeli yang sedang sibuk memilih baju di kios yang lain menjadi orang berikutnya yang ia temui, setelah ia pergi dari tempat penjual kaos.

“Ramai yah?”

Pembeli itu tidak memberikan respon apa pun. Masih sibuk memilih kaos. Mengambil kaos, mencocokannya di badan, menebak nebak apakah pantas atau tidak ketika dipakai.

Ia mengulangi lagi. “Ramai yah?” Kali ini dengan sedikit keras. Pembeli itu menoleh ke arahnya.
“Eh, iya. Maaf ya saya lagi sibuk.”

Penjual kaos melihat kejadian itu. “Mari, dibeli kaosnya. Bagus bagus lho”, katanya berpromosi.

Tapi ia tak tertarik, dan pergi meninggalkan tempat itu.

Di malioboro ia terus bertanya hal yang sama. Kepada penjual kaos dagadu, kaos batik, orang orang yang sedang berbelanja, orang orang yang sedang lewat, sedang istirahat, sedang makan bakso, sedang menelepon, sedang BBMan, dan anak anak ABG yang sedang narsis foto foto di mana pun.

Respon yang ia terima pun bermacam macam. Ada yang cuma tersenyum, ada yang semangat menjelaskan ini itu, dan jawaban yang lainnya.

“Iya rame.” Jawab bapak bapak yang sedang asik merokok di dekat warung rokok.

“Ya begini ini. Memangnya adek dari mana?” jawab pria setengah baya yang bau parfumnya kemana mana.

“Dari dulu kali begini. Kemana aja lu!”jawab cowok keren sambil menggandeng tangan pacarnya yang mengenakan topi bundar warna coklat.

“Terus gue harus bilang wow gitu!”  jawab anak ABG yang merasa terganggu sebab ia sedang asik BBMan dengan temannya yang kebetulan tidak bisa ikut ke Malioboro  karena mendadak sakit perut setelah lima menit sebelumnya memakan mie rebus dicampur dengan cabe rawit setengah kilo.

Ia terus melanjutkan kegiatannya. Ketika ia merasa belum  puas dengan jawaban yang ia terima, kemudian mencoba bertanya kepada selain manusia. Sebenarnya ia berharap ketemu jin atau tuyul, tapi hal itu tidak kesampaian.

Ia lalu bertanya kepada sapu lidi,tiang listrik, bungkus rokok, botol bekas minuman, sedotan plastik, lalat lalat yang tak sengaja nemplok di tangan, kucing kucing liar yang ia temui, dan masih banyak lagi.

Dan tentu saja, jawabannya tidak sebanyak ketika ia bertanya kepada manusia. Kebanyakan cuma diam.

Miaw. Itu satu satunya suara yang ia dengar setelah bertanya kepada dari kucing kucing.

Menjelang sore, ia mulai jenuh, dan menghentikan kegiatannya. Ia lalu pergi dan mencari bangku untuk duduk. Kemudian, ia mengeluarkan sebuah buku dari dalam tasnya, dan mulai menulis: 19 Juni 2012. Malioboro ramai yah. Enggak kaya hati aku, sepi!