Ramai

Ia datang ke Malioboro sendirian. Hanya memakai celana pendek, t shirt  warna coklat kehijauan serta sandal jepit swallow warna biru, serta sebuah tas kecil yang ia sampirkan ke pinggang. Malioboro sedang ramai ramainya. Para pedagang riuh menawarkan barang dagangannya, dan pembeli sibuk menawar harga.

Ia mendatangi orang pertama yang dijumpainya.

“Ramai yah?” katanya. Orang yang ia tanya tersenyum. “Woo, jelas. Namanya juga Malioboro. Pasti rame.”

Ia kemudian pergi mencari orang lain, meski orang yang tadi ia tanya masih ingin meneruskan jawabannya.

Ia berhenti di depan tukang sampah yang sedang beristirahat. “Ramai, yah?” katanya.

“Ya begitulah.” Jawab tukang sampah sambil mengipas wajahnya dengan tangan. Panas.

Ia kembali meneruskan perjalanan. Masuk lebih dalam.

Ia bertanya kepada seorang pedagang kaos.

“Ramai, yah?”

“Oh, silahkan dipilih kaosnya. Iya memang di sini selalu rame.”

Tanpa bicara apa apa lagi, ia pergi meninggalkan pedagang itu. “Hai, kaosnya ndak jadi beli?”

Seorang pembeli yang sedang sibuk memilih baju di kios yang lain menjadi orang berikutnya yang ia temui, setelah ia pergi dari tempat penjual kaos.

“Ramai yah?”

Pembeli itu tidak memberikan respon apa pun. Masih sibuk memilih kaos. Mengambil kaos, mencocokannya di badan, menebak nebak apakah pantas atau tidak ketika dipakai.

Ia mengulangi lagi. “Ramai yah?” Kali ini dengan sedikit keras. Pembeli itu menoleh ke arahnya.
“Eh, iya. Maaf ya saya lagi sibuk.”

Penjual kaos melihat kejadian itu. “Mari, dibeli kaosnya. Bagus bagus lho”, katanya berpromosi.

Tapi ia tak tertarik, dan pergi meninggalkan tempat itu.

Di malioboro ia terus bertanya hal yang sama. Kepada penjual kaos dagadu, kaos batik, orang orang yang sedang berbelanja, orang orang yang sedang lewat, sedang istirahat, sedang makan bakso, sedang menelepon, sedang BBMan, dan anak anak ABG yang sedang narsis foto foto di mana pun.

Respon yang ia terima pun bermacam macam. Ada yang cuma tersenyum, ada yang semangat menjelaskan ini itu, dan jawaban yang lainnya.

“Iya rame.” Jawab bapak bapak yang sedang asik merokok di dekat warung rokok.

“Ya begini ini. Memangnya adek dari mana?” jawab pria setengah baya yang bau parfumnya kemana mana.

“Dari dulu kali begini. Kemana aja lu!”jawab cowok keren sambil menggandeng tangan pacarnya yang mengenakan topi bundar warna coklat.

“Terus gue harus bilang wow gitu!”  jawab anak ABG yang merasa terganggu sebab ia sedang asik BBMan dengan temannya yang kebetulan tidak bisa ikut ke Malioboro  karena mendadak sakit perut setelah lima menit sebelumnya memakan mie rebus dicampur dengan cabe rawit setengah kilo.

Ia terus melanjutkan kegiatannya. Ketika ia merasa belum  puas dengan jawaban yang ia terima, kemudian mencoba bertanya kepada selain manusia. Sebenarnya ia berharap ketemu jin atau tuyul, tapi hal itu tidak kesampaian.

Ia lalu bertanya kepada sapu lidi,tiang listrik, bungkus rokok, botol bekas minuman, sedotan plastik, lalat lalat yang tak sengaja nemplok di tangan, kucing kucing liar yang ia temui, dan masih banyak lagi.

Dan tentu saja, jawabannya tidak sebanyak ketika ia bertanya kepada manusia. Kebanyakan cuma diam.

Miaw. Itu satu satunya suara yang ia dengar setelah bertanya kepada dari kucing kucing.

Menjelang sore, ia mulai jenuh, dan menghentikan kegiatannya. Ia lalu pergi dan mencari bangku untuk duduk. Kemudian, ia mengeluarkan sebuah buku dari dalam tasnya, dan mulai menulis: 19 Juni 2012. Malioboro ramai yah. Enggak kaya hati aku, sepi!

2 thoughts on “Ramai

Leave a comment